Wadu Ntanda Rahi Sebagai Bukti Kesetiaan


Wadu Ntanda Rahi Sebagai Bukti Kesetiaan.

Karya Duratul Nadhirah

Ada sebuah legenda pada masa silam. Legenda ini berasal dari Mbojo. Pasalnya, ada seorang gadis bernama La Nggini. La Nggini adalah gadis cantik dan menjadi bunga desa. Dia adalah gadis sebatang kara yang diangkat dan dibesarkan oleh seorang laki-laki yang bernama Ompu Wila. Sehari-hari La Nggini hanya bekerja membantu Ompu Wila di sawah.

Sedangkan di ladang sebelah ada sepasang suami istri bernama Ina Male dan Ompu Nggaro. Mereka memili putra yang bernama La Nggusu. Dalam kehidupan sehari-hari, La Nggusu bekerja membantu orang tuanya bertani.

Kala itu La Nggusu sedang bekerja di sawah bersama orang tuanya, di tengah pekerjaannya dia berhenti karena melihat La Nggini yang datang membawakan makan siang untuk mereka.

 “ awal yang baik “ ucap La Nggusu dalam hati.

Sejak saat itu benih-benih cinta mulai tumbuh diantara mereka.

Saat hendak pulang, La Nggusu tidak sengaja melihat La Nggini dan Ompu Wila juga berjalan  pulang. Kesempatan itu digunakan La Nggusu untuk menyapa Ompu wila dan La Nggini.

 “Permisi pak, ingin pulang ? “, tanya La Nggusu sekedar basa-basi kepada Ompu Wila..

 Padahal sudah jelas dia melihat La Nggini dan Ompu Wila sedang berjalan untuk pulang ke rumah.

 “ Haha iya, kami ingin pulang “ jawab Ompu Wila sedikit tertawa karena merasa lucu akan pertanyaan laki-laki itu.

 Sedangkan La Nggini hanya tersenyum melihat interaksi kedua lelaki itu. Mereka pun akhirnya pulang ke desa masing-masing.

Hari-hari selanjutnya mereka lebih dekat dan lebih mengenal satu sama lain karena sering bertemu di sawah. La Nggusu selalu memikirkan La Nggini, dan dia berniat untuk menikahi La Nggini, dan La Nggusu pun pergi ke rumah La Nggini di desa seberang. Saat sampai di rumah La Nggini, kedatangan La Nggusu di terima dengan baik oleh Ompu Wila, selaku wali dari La Nggini. Akan tetapi, Ompu Wila memberikan syarat kepada La Nggusu untuk menyerahkan beberapa karung padi, buah-buahan dan membangun sebuah rumah. La Nggusu pun setuju dengan syarat tersebut.

Setelah La Nggusu kembali ke rumahnya, dia bercerita kepada kedua orang tuanya. Setelah di setujui oleh orang tuanya, La Nggusu pun akhirnya memenuhi persyaratan yang diberikan oleh Ompu wila. Setelah semuanya selesai. La Nggusu dan La Nggini pun akhirnya menikah.

Dua bulan setelah pernikahan mereka, La Nggusu merasa tidak ada perubahan dalam kehidupan mereka. Akhirnya La Nggusu memutuskan untuk berlaut. Setelah beberapa hari melaut, La Nggusu masih belum merasa puas dengan hasil yang dia dapat.

Saat berlayar, La Nggusu sering memperhatikan kapal-kapal besar yang berlayar ke Makassar.

 “ Pasti banyak hasil yang mereka dapatkan “, gumam La Nggusu.

 La Nggusu membayangkan La Nggini di rumah.

“ Pasti kita akan hidup enak “, gumam La Nggusu lagi.

Dengan tekad yang sudah bulat, La Nggusu akhirnya pulang lebih cepat untuk menyiapkan barang kebutuhannya kelak saat berlayar ke Makassar.

Saat sampai di rumah, La Nggusu langsung mempersiapkan keperluannya. La Nggini yang melihat kegiatan La Nggusu pun bingung, dan akhirnya bertanya.

 “ Kau akan pergi kemana dengan barang-barang itu ?” tanya La Nggini.

 “ Aku akan pergi berlayar ke Makassar, dengan kapal besar “ ucap La Nggusu.

La Nggini sangat terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh La Nggusu.

 “ Apakah tidak terlalu jauh ?” tanya La Nggini lagi.

 “ Ini demi kebaikan kita, dengan kapal besar itu aku akan mendapatkan hasil yang banyak. Dengan begitu, kita bisa hidup enak “ ucap La Nggusu meyakinkan istrinya.

 Karena mendapat penjelasan dari La Nggusu, akhirnya La Nggini pun mengizinkan La Nggusu pergi berlayar ke Makassar.

Sebelum pergi berlayar, La Nggusu  pergi ke rumah Ina Male dan Ompu Nggaro dengan ditemani oleh La Nggini. La Nggusu menjelaskan rencannya kepada kedua orang tuanya.

Ina Male dan Ompu Nggaro sangat terkejut mendengar keputusan dari putranya itu. Namun apa boleh buat, keputusan La Nggusu untuk berlayar ke Makassar tidak bisa di cegah. Sepulngnya dari rumah orang tuanya, La Nggusu dan La Nggini pergi ke rumah Ompu Wila. Sama halnya dengan Ina Male dan Ompu Nggaro, Ompu Wila sangat terkejut dengan keputusan La Nggusu. Namun mereka semua tidak bisa berbuat apa-apa,  keputusan La Nggusu sudah bulat.

Setelah satu bulan pergi berlayar, akhirnya La Nggusu pulang kerumahnya dan menemui La Nggini. La Nggusu tidak terlalu lama berlayar karena kapalnya hanya akan pergi ke Makassar, kemudian kembali lagi ke Bima.

 “ Akhirnya kau pulang “ sambut La Nggini dengan raut bahagia.

 Melihat La Nggini yang tersenyum, rasa lelah yang dirasakan oleh La Nggusu hilang seketika. Dia begitu bahagia melihat istrinya bahagia.

“ Iya, aku sudah pulang” jawab La Nggusu.

 Karena sudah lama tidak bertemu, keduanya memanfaatkan waktunya untuk melepas rindu mereka. La Nggusu menceritakan segala suka duka yang ia alami selama berlayar.

Hari-hari mereka lalui seperti biasa. Sampai tibalah waktu untuk La Nggusu kembali berlayar. Seperti biasa, La Nggusu berpamitan kepada Ina Male dan Ompu Nggaro beserta Ompu Wila. Ketika hendak keluar dari rumah, La Nggusu berpamitan kepada La Nggini.

“Aku akan pergi lagi, kau jaga diri disini. Tunggu aku pulang.” Ucap La Nggusu kepada La Nggini.

 “ Berhati-hatilah di laut sana. Aku akan menunggumu “ jawab La Nggini dengan senyum.

Baru dua langkah La Nggusu berjalan, tetapi dia kembali melangkah kearah La Nggini. La Nggusu mengeluarkan sapu tangan warna kuning di dalam tasnya, kemudian memberikannya kepada La Nggini dan berkata,

 “Simpanlah sapu tangan ini. Kau bisa menggenggamnya jika kau merindukanku”.

La Nggini tersenyum hangat mendengar perkataan La Nggusu. Lalu  La Nggini menerima sapu tangan itu. Dan kemudian La Nggusu pergi untuk berlayar.

Satu bulan berlau, namun La Nggini belum saja mendapatkan kabar mengenai kepulangan La Nggusu.

 “Mungkin dia sangat sibuk, pasti bulan depan dia akan pulang!” gumam La Nggini meyakinkan dirinya sendiri.

Belum selesai La Nggini berkutat dengan pikirannya, La Nggini jutru mendapat kabar bahwa Ompu Wila telah meninggal dunia. Hati La Nggini begitu hancur melihat orang yang  membesarkannya telah meninggal dunia. Namun, La Nggini tidak bisa terlalu larut dalam kesedihannya. La Nggini sudah mengikhlaskan kepergian Ompu Wila.

Sudah tiga bulan semenjak kepergian Ompu Wila. Hidup La Nggini menjadi jauh berbeda karena La Nggini sudah tidak memiliki uang sebagai pegangan. Ompu Wila yang biasa memberikannya uang sudah tidak ada lagi. Sedangkan La Nggusu belum juga kembali dari pelayarannya.

Untuk menyambung kehidupannya, La Nggini bekerja di sawah sebagai  penanam padi.

Di perjalanan pulang dari sawah, La Nggini tidak sengaja semlihat teman berlayar La Nggusu sedang duduk di rumahnya. La Nggini bingung, kenapa dia sudah pulang, sedangkan hingga saat ini La Nggusu belum saja pulang. La Nggini tersenyum malu dan bergumam,

 “Dia pasti ada di rumah. Dia pasti menungguku. Aku harus cepat pulang. “.

 La Nggini melangkah dengan cepat menuju rumahnya.

 Senyum di bibirnya tidak pernah luntur sepanjang perjalannnya menuju rumah. Setelah sampai di rumah, La Nggini heran.

 “ Jika La Nggusu ada di dalam, tapi kenapa pintunya terkunci “ bingung La Nggini.

“ Ahhhhh, mungkin dia ingin memberikan kejutan untukku “ gumam La Nggini lagi.

Senyumnya semakin lebar saat La Nggini memasuki rumah. La Nggini berjalan kearah kamarnya, namun La Nggini tidak melihat La Nggusu.

“ Mungkin dia ada di dapur” ucap La Nggini.

Setelah melihat ke dapur, La Nggini panik ketika tidak mendapati La Nggusu. Air mata mulai jatuh membasahi pipi La Nggini. Pikiran buruk mulai terlintas di kepalanya.

“ Aku harus bertanya pada temannya itu “ gumam La Nggini dengan air mata yang semakin deras.

La Nggini berlari menuju rumah teman La Nggusu dengan sapu tangan berwarna kuning di genggamannya. air matanya yang tidak berhenti selama La Nggini berlari. Sesamapinya di rumah teman La Nggusu, La Nggini bertanya

“ kenapa kau ada disini ? dimana suamiku ?”, tanya la nggini dengan tangisan yang sangat pilu.

Teman La Nggusu diam membisu. Dia tidak tau harus menjawab apa kepada La Nggini. Dia hanya menatap pilu istri dari temannya itu.

Karena tidak mendapatkan jawaban dari teman La Nggusu, La Nggini pun pergi dan berlari menuju dermaga dengan tangisan yang semakin pilu. setelah sampai di dermaga, La Nggini bertanya kepada setiap orang yang dilihatnya

 “Apakah kau melihat La Nggusu ?”

 “apakah kau melihat suamiku ?”

Tangis La Nggini semakin pecah saat dia mengetehui sebuah fakta bahwa kapal tempat La Nggusu bekerja telah dikabarkan tenggelam satu minggu yang lalu. La Nggini meraung di pinggiran pembatas dermaga. Kemudian  La Nggini berhenti menangis, kemudian La Nggini  tersenyum

“Dia pasti pulang “ gumam La Nggini.

“Tidak Mungkin dia meninggalkan ku “ ucap La Nggini mulai terisak.

“ Dia sudah berjanji akan kembali “ ucap La Nggini lirih.

La Nggini sudah tidak tahan lagi dengan tangisnya. La Nggini berlari dan pergi kearah gunung yang ada di Bedi. Dia mendaki, hingga ke puncak bukit. Di sana La Nggini dapat melihat lautan luas. La Nggini duduk termenung sambil melihat ke arah lautan lepas. Air matanya tidak pernah berhenti mengalir. La Nggini menangis dalam diam.

Malam sudah tiba, namun La Nggini tidak juga beranjak dari duduknya. La Nggini terus menatap ke arah lautan. Banyak warga yang memintanya untuk kembali kerumah, namu tidak di dengar oleh La Nggini. Pikiran La Nggini hanya tertuju pada La Nggusu.

Saat tengah malam, La Nggini kembali menangis mengingat kepergian La Nggusu. Sapu tangan yang diberikan oleh La Nggusu selalu di genggamnya. La Nggini menatap sapu tangan itu, tangisnya semakin pecah mengingat bahwa sapu tangan itu adalah pemberian terakhir dari La Nggusu. Tanpa sadar La Nggini berteriak dengan kencang.

“LEBIH BAIK AKU MENJADI BATU DARI  PADA AKU TIDAK BISA BERTEMU DENGAN SUAMIKU”.

Dengan seketika tubuh La Nggini berubah menjadi batu.

Hingga pagi datang, Ina Male dan Ompu Nggaro pergi ke puncak gunung untuk membawakan makanan untuk La Nggini. Sesampainya di puncang gunung, betapa terkejutnya mereka melihat tempat yang di duduki La Nggini telah menjadi batu. Warga-warga yang melihat itu sangat yakin bahwa batu itu adalah La Nggini. Mereka melihat ditangan batu itu terdapat sapu tangan berwarna kuning. Sapu tangan itu adalah sapu tangan yang digenggam oleh La Nggini. Batu itu dinamakan Wadu Ntanda Rahi.

Hingga saat ini Wadu Ntanda Rahi masih ada di puncak Gunung Bedi. Wadu Ntanda Rahi menjadi tempat yang sakral karena menjadi bukti  kesetiaan  seorang isti kepada suaminya. Kesetiaan seorang La Nggini yang Menunggu La Nggusu kembali.

 

 

Komentar

  1. Terima kasih untuk tulisannya bermanfaat sekali 🙏

    BalasHapus
  2. Balasan
    1. Syukur alhamdulillah jika cerita ini memuaskan bagi pembaca🙏

      Hapus
  3. Ceritanya menarik sekali. Terimakasih.

    BalasHapus
  4. Judulnya bikin kita penasaran sama isinya. Bagus.. Kembangkan.

    BalasHapus
  5. Karya nya keren bgt Dira, semangat menulis yaa

    BalasHapus
  6. Waah keren nih. Kembangkan karyanya 💪

    BalasHapus
  7. Menarik, semoga bermanfaat untuk generasi muda dan bisa menjadi pengingat kebudayaan

    BalasHapus
    Balasan
    1. Budaya adalah warisan sehingga harus terus dilestarikan👍

      Hapus
  8. Keren banget nih❤️❤️❤️

    BalasHapus
  9. Wah bagus Min, aku suka alur cerita yang dibangun. Cerita ini saya tuntaskan sampai akhir karena penasaran dengan alurnya. Dari segi judulnya juga sudah membuat pembaca penasaran. Kapan-kapan mau dong berkunjung kesanan...
    Semangat terus untuk menulis, Min.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih sudah memaba cerpennya. Ayok kapan-kapan ke Bima

      Hapus
  10. Kerenn bgt ceritannyaaa👏🤩

    BalasHapus
  11. Dira ini akan menjadi sosok penulis yang LUAR BIASA di MASA DEPAN..

    BalasHapus
  12. Cerpen nya bagusss semangat terus ya nulisnya

    BalasHapus
  13. Cerita rakyat yang luar biasa

    BalasHapus
  14. Ceritanya menarik. Dengan adanya cerpen ini membuat budaya yang ada di bima tetap hidup. Cerita legenda ini masih dilestarikan hingga sekarang

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih sudah mampir di cerita ini.🙏
      Budaya harus dilestarikan agar tidak hilang.

      Hapus
  15. Cerita yang sangat bagus 👏👏👏

    BalasHapus
  16. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  17. keren ceritany ka karna karya kaka sy jd bangga juga bisa dibaca sm banyak orng cerita dari rakyat dari kota sendiri

    BalasHapus
  18. Wah keren, kembangkan terus ya👍

    BalasHapus

Posting Komentar